BREAKING NEWS

Dilaporkan ke KY & DPR RI: Advokat Desak MA Larang Penggunaan Alat Berat pada Eksekusi Rumah Adat - Tongkonan

SERGAPNEWS.COM, JAKARTA, 10 Desember 2025 – Polemik eksekusi Rumah Adat Tongkonan di Toraja yang berulang kali dilakukan secara destruktif oleh aparat penegak hukum memicu perlawanan serius di jalur konstitusional. Andika Kurniawan Rante Bombang, bersama rekan-rekannya Yodi Kristianto,  Tri Gita Tikupadang dan Rino Valdo Damanik, secara resmi melayangkan pengaduan kepada Komisi Yudisial (KY) dan mendesak Komisi III DPR RI untuk segera bertindak.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Andika Kurniawan Rante Bombang menegaskan bahwa fokus pengaduan ini bukan untuk mengintervensi putusan pengadilan yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap).

"Kami hadir di sini bukan untuk mengintervensi substansi putusan perdata. Kami mengakui hak setiap warga negara untuk mencari keadilan," dan Menghormati Putusan Hakim yang sesuai Ketentuan demi Keadilan, ujar Andika Kurniawan Rante Bombang.

 "Namun, kami menyoroti metode pelaksanaannya. Penggunaan Ekskavator untuk merobohkan Rumah Adat - Tongkonan — sebuah simbol peradaban, pusat kehidupan adat, dan warisan budaya — adalah tindakan yang tidak beradab, destruktif, dan mencederai rasa keadilan budaya masyarakat Toraja secara kolektif."

Advokat Rino Valdo Damanik menjelaskan bahwa pelaporan ini didasarkan pada fakta berulang yang dinilai melanggar Prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), mengingat konsistensi penggunaan alat berat dalam eksekusi di tiga tempat berbeda di wilayah Toraja.

"Fakta bahwa insiden serupa telah kali ketiga terulang membuat kami—masyarakat Toraja—merasa terluka, teriris, dan geram. Kejadian berulang inilah yang menjadikan masalah budaya Toraja ini sebagai masalah serius yang harus disikapi dengan bijak dan tegas oleh semua pihak," timpal Rino Damanik.

Andika K Rante Bombang menekankan bahwa langkah hukum ini adalah perjuangan konstitusional, bukan didorong oleh dendam atau kebencian pada pihak manapun.

"Sikap kami murni didasari pada Prinsip Negara Hukum. Ketika ada prosedur yang kami pandang tidak selaras dengan nilai-nilai luhur, negara menjamin kebebasan warga untuk menuntut keadilan," tegasnya.

"Kami menyadari bahwa nilai-nilai luhur yang ditanamkan leluhur termaktub dalam setiap pemaknaan ukiran, filosofi sebuah rumah adat-  Tongkonan, dalam setiap tradisi, ada Lolo Tau (Manusia) Lolo Patuan (Hewan-Binatang), Lolo Tananan (Tumbuhan). Prinsipnya sederhana dan universal: Tongkonan memiliki posisi sakral, layaknya Bendera Negara bagi seluruh rakyat Indonesia, melukai atau merusaknya sama dengan melukai harga diri dan martabat bangsa."

"Oleh karena itu, sebagai pemuda Toraja, kami mengambil inisiatif dan tanggung jawab moral. Dengan bekal tekad dan biaya pribadi, kami datang langsung ke Jakarta, melaporkan insiden ini, sebab budaya kita dilindungi oleh Undang-Undang tentang Cagar Budaya dan Undang-Undang Hak Cipta."

Harapannya, guna mengakhiri praktek destruktif ini, para pelapor mengajukan permintaan tindak lanjut mendesak kepada Komisi III DPR RI. Tuntutannya meliputi:

• Mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk segera menerbitkan regulasi yang secara eksplisit melarang penggunaan alat berat/metode destruktif dalam eksekusi objek Warisan Budaya Tak Benda.

• Menjamin bahwa eksekusi aset budaya harus dilakukan secara bermartabat, berwibawa, luhur, dan sesuai tata cara adat (metode manual).

"Meskipun potensi eksekusi rumah adat mungkin masih ada di masa depan, kami menegaskan: lakukanlah secara manual, bermartabat, dan beradab. Jika pihak yang kalah tidak kooperatif membongkar, pemangku jabatan harus mengambil sikap tegas untuk intervensi dengan nilai simbolik yang dimiliki oleh seluruh masyarakat Toraja, bukan sekadar urusan pihak yang bersengketa. Sebab, ini menyangkut kehormatan bersama." Ujar Andika K Rante Bombang.

"Kami menempuh jalur Konstitusional ini dengan tekad yang kuat, berharap mengakhiri praktek eksekusi destruktif yang mencederai sendi-sendi kebudayaan nasional. Besar harapan kami agar laporan ini mendapat atensi serta diproses secara cepat dan bijaksana. Ini adalah momen krusial bagi aparat peradilan di Indonesia untuk membuktikan bahwa hukum tidak buta terhadap keadilan sosiologis dan martabat budaya bangsa," tutup Yodi Kristianto.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image